Apa Harus Viral Dulu?
Korban pengeroyokan, Shogi Nur Fuadi, mengkritik kinerja Polres Metro Jakarta Utara dan Unit Jatanras yang dinilai lamban menangani kasus yang dialaminya.
Kasus ini telah dilaporkan sejak 10 Juni 2024, namun hingga kini, belum ada kejelasan penanganan.
"Profesionalisme penyidik Polres Metro Jakarta Utara patut dipertanyakan. Kasus ini dilaporkan 6 bulan lalu, namun belum ada perkembangan berarti. Apakah harus viral dulu, baru ditangani?" ujar kuasa hukum Shogi, Yohanes Blasius Doy atau Yon, kepada wartawan, Kamis (19/12/2024).
Yon menyebut kasus pengeroyokan ini seharusnya dapat segera ditindaklanjuti tanpa perlu menunggu selama 6 bulan, karena alat bukti telah lengkap, seperti keterangan saksi, hasil visum, dan rekaman CCTV yang menunjukkan pelaku dengan jelas.
Namun, hingga saat ini belum ada gelar perkara, penetapan tersangka, ataupun penyidikan lebih lanjut.
Yon mengaku aneh dengan kinerja penyidik di Polres Jakarta Utara dalam mengusut kasus yang sudah jelas alat buktinya.
Bahkan, kata Yon, pihaknya sudah menyerahkan sejumlah alat bukti yang memenuhi syarat sesuai Pasal 184 KUHP ke unit Jatanras, yakni saksi yang sudah diperiksa lebih dari 2 orang, bukti petunjuk CCTV yang secara jelas menunjukkan wajah pelaku dan visum et repertum.
"Terduga pelaku, yakni terduga oknum pengacara berinisial MAK dan terduga debt
collector berinisial GS, masih bebas berkeliaran. Alamat dan nomor telepon mereka pun diketahui, jadi tidak sulit bagi penyidik untuk bertindak," tegas Yon.
Yon mendesak Kapolres Jakarta Utara, Kasat Reskrim, dan Kanit Jatanras untuk segera memproses kasus ini.
Menurutnya, penundaan selama 6 bulan dengan alat bukti yang jelas adalah bentuk kelalaian.
"Kami meminta kasus pengeroyokan terhadap Shogi Nur Fuadi segera diusut tuntas. Jangan sampai keadilan hanya hadir setelah viral (#NoViralNoJustice). Jika tidak ada keseriusan, kami akan mengambil langkah hukum berikutnya," imbuh Yon.
Yon mengatakan pihaknya mendukung penuh langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang sudah melakukan banyak terobosan di tubuh Polri mewujudkan slogan PRESISI atau prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan.
Dengan slogan PRESISI Kapolri, kata Yon, mayoritas anggota Polri sudah mampu melaksanakan tugasnya secara cepat dan tepat, responsif, humanis, transparan, bertanggung jawab, serta berkeadilan.
"Hanya saja, memang ada satu dua oknum polisi yang belum menjiwai dan melaksanakan secara konsekuen slogan PRESISI Kapolri tersebut sehingga kurang mampu menjalankan tugas secara responsif, humanis, dan transparan sebagaimana kasus yang menimpa oknum-oknum polisi belakangan ini," pungkas Yon.
Kasus pengeroyokan ini terjadi di tempat kerja Shogi di Jalan Sunter Muara, Sunter Agung,
Jakarta Utara, pada 10 Juni 2024.
Insiden bermula ketika para terduga pelaku, yang dipimpin MAK dan GS, memaksa masuk ke lokasi. Ketika Shogi menghalangi, ia menjadi korban pengeroyokan yang menyebabkan yang menyebabkan luka serius berupa memar dan lecet di hidung hingga berdarah, memar di kepala kiri, tangan kiri dan dada.
Rekan Shogi, Hasanuddin dan Hamid Fauzi, yang merekam kejadian ini juga turut menjadi korban pengeroyokan.
Handphone milik Hamid bahkan dirampas dan videonya dihapus oleh pelaku.
Laporan kasus ini terdaftar dengan nomor LP/B/853/VI/2024/SPKT/POLRES METRO JAKUT/POLDA METRO JAYA, namun hingga kini belum ada tindak lanjut berarti.